Nasib orang memang tidak ada yang menduga, dari seorang pekerja biasa, bisa menjadi pengusaha sukses. Inilah yang dialami Tuti Nurhayati perempuan asal Sukabumi yang sukses merajut bisnis pembuatan boneka.
Setelah kurang lebih bekerja lima tahun sebagai karyawan pabrik boneka asal Korea, Tuti mencoba banting setir membuat usaha boneka membantu keuangan keluarga. Awal bisnisnya tidak berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapi termasuk pendanaan dan pemasaran.
Namun dengan tekad yang kuat, ia berhasil meraih kesuksesan sebagai pembuat boneka di Jakarta. Melalui workshop -nya di wilayah Kemayoran Jakarta, omset puluhan hingga ratusan juta rupiah ia mampu kantongi per bulannya.
Setelah kurang lebih bekerja lima tahun sebagai karyawan pabrik boneka asal Korea, Tuti mencoba banting setir membuat usaha boneka membantu keuangan keluarga. Awal bisnisnya tidak berjalan mulus, banyak kendala yang dihadapi termasuk pendanaan dan pemasaran.
Namun dengan tekad yang kuat, ia berhasil meraih kesuksesan sebagai pembuat boneka di Jakarta. Melalui workshop -nya di wilayah Kemayoran Jakarta, omset puluhan hingga ratusan juta rupiah ia mampu kantongi per bulannya.
"Sejak tahun 1995 saya kerja di perusahaan boneka Aurora, khusus untuk ekspor. Saya memulai usaha di tahun 2001, waktu itu habis menikah saya nggak ada kegiatan," katanya kepada detikFinance akhir pekan lalu.
Tuti menjelaskan usaha membuat boneka yang ia geluti tidak terlepas dari keaktifannya bersama Perkumpulan Keterampilan Keluarga (PKK), di wilayah Kemayoran Jakarta. Yaitu mengembangkan pembuatan boneka yang ia telah kuasai. "Waktu itu modal awal saya nggak sampai Rp 1 juta," katanya.
Dari hasil produksi itu, Tuti mencoba memasarkan produk-produk bonekanya ke toko-toko boneka di Jakarta. Dari toko ke toko ia jajaki dengan menawarkan berbagai contoh boneka buatannya.
Pada waktu itu banyak toko boneka yang sudah memiliki suplai tetap terutama dari pabrikan boneka besar sehingga tidak mudah menembusnya, meskipun sejalan dengan waktu banyak toko-toko yang berminat dan meminta order.
Dikatakannya menjalankan bisnis boneka, tidak semudah yang ia bayangkan. Pasalnya ia pernah mengalami kejatuhan usaha yang hampir membawanya kepada kebangkrutan.
"Saya sempat kolaps, tahun 2006 lalu, karena permodalan dan pemasaran berkurang. Setelah itu saya ikut-ikut pameran, hasilnya lumayan lagi," katanya.
Kebangkitannya itu juga tidak terlepas dari suntikan modal yang ia peroleh dari salah satu bank BUMN sebesar Rp 49 juta. Dengan demikian secara perlahan-lahan bisnisnya mulai merangkak naik dan mampu bangkit kembali.
Dalam mengembangkan bisnis ini, Tuti selalu memegang prinsip melakukan terobosan pembuatan model dan desain-desain boneka baru yang inovatif. Semua itu ia pelajari dari berbagai media seperti televisi, majalah, dan lainnya.
Melalui 25 karyawannya, ia mampu menjual ribuan boneka per bulan, bahkan dalam acara-acara khusus untuk promo setiap order mencapai 2.000 boneka untuk satu perusahaan. Harga boneka yang ia jual pun beragam mulai dari yang termurah Rp 10.000 hingga Rp 350.000 per buah.
"Tantangan dari bisnis ini adalah mengembangkan model, jadi harus diganti secara periodik, biar orang tertarik," katanya.
Meskipun ia mengakui untuk beberapa model seperti boneka beruang atau jenis-jenis binatang masih menjadi primadona pasar. Sedangkan untuk boneka-boneka karakter jarang ia buat karena selain hanya momen tertentu persaingannya pun banyak.
Mengenai bahan baku, lanjut dia, hampir 50% komponen untuk membuat boneka adalah barang impor khususnya untuk produk-produk bulu dan pelengkap boneka. Sehingga fluktuasi kurs dollar terhadap rupiah sangat menentukan harga dalam memperoleh bahan baku.
"Kalau bahan baku mengikuti dollar AS, memang kita tidak impor langsung melainkan kita dapat dari distributor di Jakarta," ucapnya.
Sekarang ini produk-produk bonekanya hanya dipasarkan terbatas di pasar lokal saja, setidaknya telah dipasarkan di wilayah Jabodetabek, Banjarmasin Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Makasar, Lampung, dan lain-lain.
Walhasil meski sempat terseok-seok, sekarang ini ia telah menikmati bisnisnya yang berjalan genap 8 tahun, dengan margin 10-20% setidaknya ia sudah bisa menikmati hidup sebagai seorang pengusaha sukses tanpa harus menjadi orang gajian.
Produk bonekanya sudah dikenal dan dicari orang, tak heran toko-toko boneka di kawasan Mangga Dua dan Cempaka Mas Jakarta selalu menjadi langganannya. "Penjualan sampai Rp 100 juta per bulan, tapi itu tergantung orderannya," katanya.
Diakuinya tantangan bisnis di bidang boneka saat ini terus dinamis selain harus bersaing dengan industri besar, persaingan dengan barang-barang impor harus dilakoni terutama produk-produk boneka asal China.
"Persaingan itu dari China, karena murah makanya banyak ambil dari China," ungkapnya. Seorang Pekerja Biasa Bisa Menjadi Pengusaha Sukses.
Sumber : detik
0 komentar:
Posting Komentar